KYBERNOLOGI
(Paradigma Baru Ilmu Pemerintahan)
Lahirnya Kybernologi
Menurut
Pasal 3 Deklarasi Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia, “Setiap
Orang Berhak Atas Kehidupan, Kebebasan, dan Keselamatan Sebagai Individu”
warga suatu masyarakat. Untuk bisa hidup , manusia membutuhkan alat atau bahan
yang mendukung kehidupannya, seperti makanan, minuman, udara segar, ketertiban,
keadilan, kedamaian, dan sebagainya. Alat atau bahan itu disebut ber nilai
(bermanfaat, berguna, bermakna). Pada zaman dahulu kala, nilai diperoleh
langsung dari alam, tetapi lama-kelamaan harus melalui usaha pengolahan
sumberdaya, penggunaan teknologi, dan penciptaan.
Usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan nilai di dalam suatu masyarakat, disebut subkultur ekonomi (SKE).
SKE
berfungsi membentuk, menambah
dan mencipta nilai. Sayang sekali, timbul masalah. Kualitas sumberdaya,
distribusi (pemilikan), kesempatan, dan kemampuan mengolahnya berbeda-beda dan
tidak merata, sehingga pada suatu saat di mana-mana terdapat ketimpangan
(kesenjangan). Ada masyarakat yang memiliki nilai dalam jumlah besar (sangat
kaya) dan ada yang nyaris tidak memilikinya (sangat miskin). Kondisi ini oleh
naluri kemanusiaan dan persaudaraan dianggap tidak adil. Konflik sosial yang
berlarut-larut yang merusak masyarakat itu sendiri sering terjadi.
Untunglah,
masyarakat memiliki naluri penyesuaian dan penyelamatan diri melalui berbagai
cara untuk mengatasi masalah di atas, antara lain dengan membuat dan
menyepakati norma-norma sosial yang mengatur perilaku warga masyarakat sehingga
ketimpangan nilai semakin berkurang dan rasa keadilan sosial antar warga
masyarakat meningkat. Tetapi rupanya kesepakatan saja tidak cukup. Norma-norma
sosial perlu ditaati, ditegakkan, dan jika perlu dipaksakan dengan kekuatan
bahkan kekerasan.
Upaya
penegakan sebagian norma-norma sosial tersebut melahirkan subkultur lain yang disebut subkultur kekuasaan (SKK).
Pelaku
atau pemeran SKK adalah pemerintah (
government ).
Pada
dasarnya, SKK berperan (berfungsi) mengontrol sumber-sumber dan pengelolaannya,
agar bisa menghasilkan nilai maksimal tanpa merusak sumber-sumber itu sendiri,
untuk kemudian diredistribusi kepada warga masyarakat.
Tetapi
karena pemangku kekuasaan cenderung menempuh jalan pintas yang disebut korupsi
dan mudah menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri, maka
kekuasaan itu harus dikontrol.
Siapa
atau lembaga apa yang berfungsi mengontrol kekuasaan?
“Jangan
beli kucing dalam karung,” demikian kearifan sosial kita. “Pembeli
kucing” yang membuka karung pada saat transaksi terjadi (di hilir)
adalah masyarakat dalam kualitasnya sebagai pelanggan . Sudah barang tentu,
jauh sebelum ada larangan itu, ada aturan (di hulu) yang menyatakan bahwa
penjual harus membuka karungnya. Pembuat aturan itu adalah masyarakat juga
tetapi dalam kualitasnya sebagai konstituen . Jadi masyarakat berfungsi
mengontrol SKK di hulu melalui pembuatan peraturan, dan di hilir melalui
pemantauan dan evaluasi (monev). Konsekuensinya, masyarakat menuntut
pertanggungjawaban SKK atas penyelenggaraan fungsi-fungsinya. Kepercayaan
masyarakat kepada SKK bergantung pada pertanggungjawaban tersebut. Usaha
masyarakat untuk berperan mengontrol SKK di hulu dan di hilir, yang berdampak
pada tingkat kepercayaannya kepada pemerintah, membentuk subkultur sosial (SKS)
di dalam masyarakat.
Interaksi
antar tiga subkultur itu disebut
pemerintahan
( governance
), bukan “kepemerintahan.” Interaksi itu menghasilkan kinerja pemerintahan.
Jika kinerja pemerintahan itu berkualitas good , maka pemerintahan yang
bersangkutan disebut good governance
. Jika tidak, bad governance .
Interaksi
berulang dan terjadi di mana-mana antar subkultur masyarakat membentuk fenomena
pemerintahan . Fenomena itu merupakan kancah pengkajian bersama ( common
platform , landasan bersama, objek materia bersama) berbagai ilmupengetahuan.
Landasan bersama itu mempunyai banyak sudut (sudutpandang). Setiap pengkajian
(penelitian) mendarat pada sudut yang berbeda-beda yang disebut objek forma
pengkajian. Ilmu Politik misalnya mendarat pada sudut kekuasaan. Bestuurskunde
yang masuk di Indonesia sejak awal abad ke-20, sekitar medio abad yang sama
didaratkan pada sudut Ilmu Politik, sehingga sampai sekarang apa yang disebut
“Ilmu Pemerintahan” oleh banyak kalangan dianggap (hanya) merupakan salah satu
kajian Ilmu Politik, atau sebagian aksiologinya.
Bestuurskunde
(Belanda besturen ) yang kemudian berkembang menjadi Bestuurswetenschap dan
Bestuurswetenschappen , di negeri asalnya yaitu Belanda, tidak mendarati
fenomena pemerintahan pada sudut kekuasaan, tetapi pada sudut manusia: “Ilmu
Pemerintahan adalah ilmupengetahuan yang bertujuan memimpin hidupbersama
manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya, tanpa merugikan orang lain
secara tidak sah,” demikian van de Spiegel sebagaimana dikutip oleh G. A. Van
Poelje dalam bukunya Algemene Inleiding tot de Bestuurskunde (1953). Bangunan (
body-of-knowledge , BOK)
Bestuurswetenschap di masa itu berderajat akademik
tertinggi sehingga kepada lulusan program pendidikannya dianugerahi gelar Doktor.
Bencana
nasional yang terjadi pada tahun 1965
membawa kesadaran baru bahwa ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan negara.
Kesadaran baru ini mendorong usaha pendaratan-kembali Bestuurswetenschap di
Indonesia pada sudutpandang yang berbeda, tidak pada kekuasaan seperti di masa
lalu tetapi pada (ke-) manusia (-an), seperti habitat yang melahirkannya di
negeri asalnya, dan merekonstruksi hasil-hasilnya. Rekonstruksi tersebut
berlangsung senyap, tidak gegap, tetapi pasti, terlebih setelah bencana nasional
tahun 1998, disusul bencana nasional 2004-2005. Hasil rekonstruksi buah
pendaratan itu pada tgl 8 Mei 2000 diberi nama Kybernologi (dari bahasa Greek
kybernán , Inggeris steering , Belanda besturen , mengemudi, diberi akhiran
–logy , -logi). Secara formal, Kybernologi adalah bangunan pengetahuan (
body-of-knowledge ) hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde,
Bestuurswetenschap , dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada
sudutpandang kemanusiaan, tidak pada sudut pandang kekuasaan.
Sebagai referensi
Kybernologi sudah diterbitkan dalam berbagai judul seperti di bawah ini.
- Kybernologi Politik dan Kybernologi Administrasi (Sirao Credentia Center, 2009)
- Garis-Garis Besar Program Pembelajaran Kybernologi dan Kepamongprajaan (Sirao Credentia Center, 2009)
- Kybernologi Sebuah Pengharapan (Sirao Credentia Center, 2009)
- Kybernolgi dan
Pembangunan (Sirao Credentia Center, 2008)
- Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008) (Sirao Credentia Center, 2008)
- Kybernologi dan Kepamongprajaan (Sirao Credentia Center, 2008)
- Kybernologi: Sebuah Profesi (Sirao Credentia Center, 2007)
- Kybernologi: Sebuah Scientific Movement (Sirao Credentia Center, 2007)
- Kybernologi: Sebuah Charta Pembaharuan (Sirao Credentia Center, 2007)
- Kybernologi: Scientific Enterprise (Sirao Credentia Center, 2006)
- Kybernologi: Beberapa Konstruksi Utama (Sirao Credentia Center, 2005)
- Teori Budaya Organisasi (Rineka Cipta, 2005)
- Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan (Rineka Cipta, 2005)Hadia Nosomi? (Sirao Credentia Center, 2005)
- Kybernologi I dan II (Rineka Cipta, 2003)
Konstruksi
dan bahan bangunan Kybernologi sebagai bangunan pengetahuan (
body-of-knowledge, BOK), semakin kuat. Seperti terlihat dalam GBPP Matakuliah
Kybernologi (2009), dengan penggunaan pendekatan metadisiplin, monodisiplin,
multidisiplin, interdisiplin, dan lintasdisiplin, maka (re-)konstruksi bangunan
pengetahuan Kybernologi utuh dan lengkap pada tiga sisinya, yaitu Ontologi,
Epistemologi, dan Axiologi, dan berkualitas akademik S1 (Sarjana), S2
(Magister), dan S3.(Doktor), dan bahan bangunannya teruji melalui pembelajaran,
seminar, diskusi, dan penerapannya dalam proses pemerintahan. Seperti halnya
bangunan fisik yang tiap komponennya saling terkait, bangunan Kybernologi
demikian juga. Sesi yang satu memunculkan sesi yang lain dalam hubungan yang
logis.
Kybernologi sebagai kerangka pemikiran berkaitan dengan
kualitasnya sebagai BOK seperti diuraikan di atas. Jawaban terhadap pertanyaan
tertentu melalui metodologi lain, dapat direspons berbeda oleh Kybernologi.
Misalnya, Birokrasi men etapkan kepuasan sebagai standar pelayanan publik.
Pelayanan
publik yang baik adalah pelayanan yang memberi kepuasan kepada masyarakat.
Jikalau berdasarkan standar pelayanan tersebut diajukan pertanyaan: “Apakah masyarakat tetap percaya (kepada
pemerintah), walaupun mereka kecewa (tidak puas) terhadap (pe-)layanan
pemerintah?” maka jika kepuasan dijadikan standar, sudah barang tentu
jawabannya “Tidak!” Tetapi Kybernologi menjawab “Bisa, masyarakat
tetap percaya kepada pemerintah, walaupun pelayanan pemerintah sangat
mengecewakan mereka (masyarakat).” Konstruksi BOK Kybernologi tersedia dan
digunakan untuk menjelaskannya.
Menurut
metodologi, kualitas BOK berubah menjadi ilmu ( science ) jika BOK itu bisa
menjalankan fungsi tertentu, misalnya menerangkan, meramal, dan mengontrol
dirinya sendiri. Dalam hubungan itu, Kybernologi berinteraksi dengan disiplin
lainnya. Kybernologi 2003 misalnya meletakkan dasar bagi pendaratan ilmu-ilmu
bertetangga di fenomena pemerintahan. Maka terbentuklah kajian seperti Etika
Pemerintahan, Manajemen Pemerintahan, dan sebagainya. Setelah Kybernologi kuat,
ia melakukan pendaratan di fenomena lain, misalnya fenomena politik,
administrasi, dan pertanian. Maka terbentuklah hibrida Kybernologi Politik,
Kybernologi Administrasi, dan Kybernologi Pertanian.
Pada
saat tiga sisi Kybernologi: Ontologi,
Epistemologi, dan Axiologi tertanam dalam-dalam di dalam diri seseorang,
dipraktikkan secara konsisten, dan dikontrol olehnya sepanjang masa, maka
Kybernologi menjadi way-of-life orang yang bersangkutan.
Fungsi
kontrol di sini sangat penting, guna mencegah pengendapan dan pembekuan
Kybernologi menjadi dogma atau cult di satu sisi atau menjadi sampah di sisi
lain.
MAKNA
KYBERNOLOGI seperti akar katanya: mengemudikan hidup menempuh pelayaran
serbacuaca dengan selamat sampai ke “seberang,” ke pelabuhan tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar